Peduli Kolaka. Lebih dalam menjelejahi kecamatan
polinggona ternyata tidak hanya membutuhkan infrastruktur jalan yang baik tetapi juga daerah ini belum sepenuhnya menikmati kemudahan akan akses telekomunikasi dan informasi.
|
pembuat tahu polinggona |
Untuk melakukan panggilan atau menerima telepon sangat sulit hanya daerah tertentu saja yang bisa mendapatkan sinyal telekomunikasi.
Tidak ketinggalan untuk urusan perut pun ternyata juga harus penuh dengan perjuangan, betapa tidak untuk merasakan ikan segar saja harus menunggu hari pasar buka, selainnya harus menunggu penjual ikan yang biasanya di bawa menggunakan motor atau pergi ke kecamatan watubangga untuk membeli ikan segar. Namun sejak jalan rusak warga menjadi enggan untuk keluar lebih jauh.
Salah satu pilihan warga adalah tahu, akhirnya kami pun di tunjukkan oleh warga dimana kami dapat membeli tahu yang segar maka segera kami menuju tempat yang dimaksud.
Tidak lama berselang kami pun menemukan sebuah rumah yang di gunakan untuk pembuatan tahu, nampak seorang warga yang keluar dari rumah itu membawa sekantong tahu maka kami pun bertambah yakin bahwa memang inilah tempatnya.
Suara mesin diesel menderu dari dalam ruangan pembuatan tahu, dan terdapat sebuah tungku yang besar dengan bahan bakar kayu yang sedang menyala, seorang wanita cantik dengan celemek di depannya terlihat sedang memindahkan tahu dari cetakannya dan mengirisnya dalam bentuk kotak, gerakannya sangat cekatan menandakan bahwa ia paham betul dengan apa yang sedang ia kerjakan.
Kegiatannya terhenti saat salah satu diantara kami mendekatinya hendak membeli tahu buatannya, dan setelah membeli tahu buatannya kami pun menyempatkan untuk bertanya kepadanya sambil bekerja.
Dari hasil percakapan kami terungkap fakta bahwa ia menjadi wanita pembuat tahu karena ingin melanjutkan usaha orang tuanya, dia anak yang paling bungsu di dalam keluarganya, sementara itu semua saudaranya telah pindah ke tempat lain karena telah berkeluarga atau bekerja.
"ini usaha orang tua mas, yang dirintis sejak tahun 2000 silam, kami hanya mampu menghasilkan 15 cetakan perhari yang dalam 1 cetakannya menghasilkan sekitar 160 iris tahu" ucapnya.
Tahu hasil buatannya hanya di pasarkan kepada warga sekitar saja, dengan harga sekitar Rp 250 per iris. Tentu saja keuntungan yang di dapatkan tidak terlalu besar di bandingkan dengan tenaga yang harus ia keluarkan serta biaya untuk bahan baku dan lain-lainnya.
"kendala yang kami hadapi mas, bahan baku kedele sudah susah untuk di dapatkan dan kalau pun beli ya mahal, juga harga bahan bakar minyak jenis solar yang tiap harinya menghabiskan 2 liter, untuk kayu bakar harus beli Rp. 600.000 untuk pemakaian satu bulan, belum lagi tagihan bulanan dari pihak bank sekitar satu jutaan lebih" tambahnya
Kami kemudian mengambil data tentang dirinya yang pada awalnya ia sedikit sungkan namun setelah kami jelaskan ia pun mengerti dan memberikan kepada kami.
"nama saya Cucu Casmana, umur 24 tahun, pendidikan terakhir S1 hukum, nomor telpon tidak ada mas soalnya disini tidak ada signal"ucapnya sambil tersenyum.
Wah, ternyata wanita pembuat tahu itu seorang sarjana, yang tentunya punya cita-cita tersendiri, namun karena pengabdiannya kepada orang tua ia harus rela menundanya. Wanita yang tangguh dan patut di ajungi jempol.